Selasa, 24 April 2018

Komitmen Penerapan SDGs Kampung Wisata Agro Widya






















SEJAK diresmikan pada Desember 2016 lalu, Kampung Wisata Agro Widya yang berlokasi di Kampung Sinar Harapan Rajabasa Raya masyarakatnya kini sudah mulai beranjak mandiri. 

Berbagai ide dan kreatifitas perlahan terus digali dari berbagai potensi yang ada. Sebelumnya  Kampung Wisata Agro Widya yang berlokasi di Kampung Sinar Harapan Rajabasa Raya mendapatkan bantuan CSR dari PT PLN (Persero) Distribusi Lampung melalui program PLN Perduli dan Universitas Bandar Lampung (UBL) sebagai contoh Perkampungan yang berhasil menjadi desa agro. 

Desa agro ialah desa berbasis pertanian yang dapat menggerakan kemandirian ekonomi masyarakat, kesadaran sosial dan pentingnya menjaga lingkungan. Jika dihubungkan, tentu masih berkaitan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). 

Di  Kampung Wisata Agro Widya, saat ini sudah memiliki rumah belajar budi daya pertanian dan perikananan. Selain itu, pengelola kampung tersebut juga memfasilitasi masyarakat yang ingin belajar pertanian dan perikanan, misal cara membuat biogas. 

Bagi masyarakat yang tertarik dan ingin mengetahui cara membudidayakan ikan maupun membuat biogas bisa langsung datang ke rumah-rumah pembelajaran yang telah disediakan di Kampung Wisata Agro Widya. 

Selain rumah biogas, ada rumah hidroponik, rumah padi, rumah cacing, rumah baung, rumah patin, dan rumah lele. Kampung Wisata Agro Widya harapannya dapat memberi dampak yang baik untuk masyarakatnya, khususnya bagi kemajuan Lampung.

Khusus untuk rumah biogas, masyarakatnya saat ini sudah berhasil menekan konsumsi elpiji perbulannya. Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk di antaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domestik rumah tangga, sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik.

Salah satunya bapak Suyut, warga Kampung Wisata Agro Widya yang memanfaatkan kotoran sapi menjadi gas rumah tangga. Mulai dari segi ekonomi, konsumsi elpiji yang perbulan bisa mencapai 3 tabung, jadi hanya 1 tabung
konsumsi perbulannya. 

Selanjutnya dari segi lingkungan, bapak Suyut berhasil menjaga kelestarian lingkungan dengan memanfaatkan kotoran sapi menjadi gas, sehingga tidak mengotori keberlangsungan lingkungan sekitar. 

Biogas juga bermanfaat untuk mengurangi asap dan kadar karbon dioksida di udara, sehingga kualitas udara untuk generasi selanjutnya bisa tetap terjaga.  Dan, terakhir dari segi sosial ia bisa membantu sesama menyebarkan manfaat pengelolaan biogas.

Awalnya ia memang mandiri melakukan pemanfaatan biogas dengan alat seadanya, tetapi dari PLN Distribusi Lampung memberikan bantuan beberapa alat yang digunakan dalam memaksimalkan proses gas bisa aman mengalir hingga ke kompor rumah tangga.   

Selain rumah biogas, pak Suyut juga memanfaatkan peluang sektor pertanian dengan pemanfaatan berbagai tanaman baik tanaman hias ataupun tanaman sayur. Masih memanfaatkan biogas, hasil akhirnya menghasilkan pupuk yang bisa di manfaatkan untuk tanaman. Selain metode tanam dengan tanah dan pupuk hasil biogas, metode penanaman hidroponik juga dilakukan untuk menanam berbagai sayuran fresh yang bisa menjadi sumber tambahan pendapatan pak Suluk dan keluarga.

Dari harga tanaman yang dijual juga sangat terjangkau, hanya mulai dari Rp 5.000- Rp 15.000/tanaman. Ada tanaman hias yang bisa digunakan untuk percantik hunian atau dekorasi pesta hingga tanaman sayur fresh yang bisa dikonsumsi.

Bagi Pak Suyut, inilah feed back yang dapat ia rasakan dari belajar menerapkan Sustainable Development Goals (SDGs). ‘Saat kita menjaga alam, maka alam akan memberkahi dengan diberikan banyaknya kesempatan dan manfaat saat menjaga keberlangsungannya.’ (tim)














0 komentar:

Posting Komentar

 
;